Kamis, 05 Juli 2012

Ini Baru Unik! Tradisi Pakande-Kandae di Baubau, Sultra

      Memang selalu menarik membicarakan kebudayaan daerah Indonesia. Salah satu tradisi menarik untuk diikuti adalah Pakande-kandea di Sulawesi Tenggara. Dalam tradisi ini, para tamu akan disuapi remaja putri.

     Kota Baubau yang bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Makassar, ternyata menyimpan tradisi budaya yang menarik untuk diikuti. Tradisi Pakande-kandae salah satunya. Pakande-kandea adalah salah satu acara tradisional sebagai wujud bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.

      Tradisi ini rutin dilakukan oleh suku Buton di Baubau, dan telah diwariskan turun temurun oleh leluhur. Dalam tradisi budaya Buton ini, para remaja putri akan mengenakan pakaian adat Buton. Menarik!

       Biasanya, Pakande-kandae dilaksanakan setelah idul fitri atau pembukaan tahun. Pada tradisi ini, tamu yang datang akan disajikan beraneka ragam penganan kecil tradisional. Penganan ini diletakkan di atas sebuah talam besar terbuat dari kuningan, dan ditutup dengan tudung saji.

      Uniknya, tamu yang datang akan disuapi makanan oleh para remaja putri. Mereka akan duduk bersimpuh tepat di sebelah talam dan mulai menyuapi tamu di depannya setelah salah satu panitia mengucapkan kata "wore", tanda acara telah dimulai.

     Jika datang ke perayaan ini, mungkin Anda akan menjadi salah satu orang yang beruntung mendapat suapan putri Buton. Serunya lagi, acara ini sering kali dijadikan ajang promosi remaja putri untuk mencari jodoh.

      Tradisi Pakande-kandae ini merupakan tradisi rakyat yang diatur dengan adat, tata krama, dan sopan santun yang ada di masyarakat suku Buton. Selain itu, Pakande-kandae juga merupakan acara yang bertujuan untuk memupuk rasa kebersamaan antar rakyat Kota Baubau.

LAPORAN PRAKTIKUM MORFOLOGI DAN ANATOMI TANAMAN DAUN

                                                               I.PENDAHULUAN

1.1    Teori

        Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwana hijau ( mengandung klorofil ) dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis.Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melaksanakan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya matahari menjadi energi kimia.

           Bentuk daun sangat beragam, namun biasanya berupa helaian, bisa tipis atau tebal. Gambaran dua dimensi daun digunakan sebagai pembeda bagi bentuk-bentuk daun. Bentuk dasar daun membulat, dengan variasi cuping menjari atau menjadi elips dan memanjang. Bentuk ekstremnya bisa meruncing panjang.

       Daun juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya pada kaktus), dan berakibat daun kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik. Daun tumbuhan sukulen atau xerofit juga dapat mengalami peralihan fungsi menjadi organ penyimpan air. Warna hijau pada daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil adalah senyawa pigmen yang berperan dalam menyeleksi panjang gelombang cahaya yang energinya diambil dalam fotosintesis. Sebenarnya daun juga memiliki pigmen lain, misalnya karoten (berwarna jingga), xantofil (berwarna kuning), dan antosianin (berwarna merah, biru, atau ungu, tergantung derajat keasaman).
Daun bagi tumbuhan mempunyai fungsi untuk :
•    Tempat terjadinya fotosintesis.
 Pada tumbuhan dikotil, terjadinya fotosintesis di jaringan parenkim palisade. Sedangkan pada tumbuhan monokotil, fotosintesis terjadi pada jaringan spons.
•    Sebagai organ pernapasan (respirasi ).
•    Sebagai tempat penguapan air ( transpirasi ).
•    Sebagai tempat pengambilan zat-zat makanan ( resorbsi ) .terutama yang berupa zat gas ( CO2).
 Anatomi daun terdiri dari :
1.   Epidermis
      Epidermis pada daun merupakan lapisan sel hidup terluar.jaringan ini terbagi menjadi epidermis atas dan epidermis bawah,yang berfungsi melindungi jarigan yang terdapat di bawahnya.
2.   Jaringan tiang
      Jaringan ini mengandung banyak kloroplas yang berfungsi dalam proses pembuatan makanan.
3.   Jaringan bunga karang.
   Disebut juga jaringan spons karena lebih berongga bila dibandingkan dengan jaringan palisade,berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan.
4.   Berkas pembuluh angkut
 Terdiri dari xilem dan floem. Xilem berfungsi mengangkut air dan mineral menuju daun,sedangkan floem berfungsi mentransfor hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian tumbuhan.
5.   Stomata
 Stomata berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis, mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Stoma ibarat hidung kita dimana stoma mengambil CO2 dari udara dan mengeluarkan O2, sedangkan hidung mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Stoma terletak di epidermis bawah. Selain stoma, tumbuhan tingkat tinggi juga bernafas melalui lentisel yang terletak pada batang.

1.2  Tujuan Praktikum
    1.2.1  Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami praktikum dan teori.
1.2.2  Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami tentang morfologi daun serta bentuknya


                                                   II.METODELOGI

2.1    Bahan dan Alat
2.1.1    Bahan
a.  Daun kelor
b.  Daun mangga
c.  Daun nangka
d.  Daun bambu
e.  Daun pandan
2.1.2    Alat
a.  Buku gambar                                           b. Pensil warna
c. Mistar                                                       d. Pisau cutter
e. Lap halus dan lap kasar                           f.  Penghapus
g. Baju lab.                                                   h. Lem

2.2    Cara Kerja

•   Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
•   Siapkan bahan (daun tumbuhan) diatas meja.
•   Amati kemudian gambar daun tersebut pada buku gambar.
•   Berikan keterangan pada gambar berupa klasifikasi tanaman dan bagian- bagiannya.
•   Rendam dengan menggunakan alkohol kemudian keringkan.
•   Tempel pada buku gambar daun tanaman yang telah diawetkan.

                                              III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1   Daun jagung
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas              : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas       : Commelinidae
Ordo               : Poales
Famili              : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus             : Zea
Spesies           : Zea mays L.
       Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
3.2  Daun kelor
Kingdom          : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divis      : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelasn              : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Dilleniidae
Ordo                 : Capparales
Famili                : Moringaceae
Genus               : Moringa
Spesies             : Moringa oleifera Lam

       Daun kelor merupakan tanaman yang berdaun majemuk menyirip gasal rangkap tiga tidak sempurna karena masih ada anak daun yang duduk pada ibu tangkai. Tumbuhan ini dikatakan majemuk karena terdapat beberapa tangkai cabang dan tiap cabangnya terdiri dari satu atau lebih helaian daun, dikatakan menyirip karena anak daunnya berada disebelah kanan dan kiri ibu tangkai daun sehingga tersusun seperti sirip ikan, di katakan gasal karena terdapat anak daun yang menutupi ujung ibu tangkainya, dan dikatakan rangkap tiga tidak sempurna karena memiliki lagi cabang-cabang yang terbagi tiga dan pada tiap tangkai ada anak daun lagi.
3. 3   Daun mangga
Kingdom            : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom      : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi       : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                 : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                 : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas         : Rosidae
Ordo                  : Sapindales
 Famili               : Anacardiaceae
 Genus              : Mangifera
 Spesies            : Mangifera indica L.
Mangga merupakan tanaman berdaun tunggal, dengan letak tersebar, tanpa daun penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25 - 12,5 cm, bagian pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran (roset).
Helai daun bervariasi namun kebanyakan berbentuk jorong sampai lanset, 2-10 × 8-40 cm, agak liat seperti kulit, hijau tua berkilap, berpangkal melancip dengan tepi daun bergelombang dan ujung meluncip, dengan 12-30 tulang daun sekunder. Daun yang masih muda biasanya bewarna kemerahan, keunguan atau kekuningan, yang di kemudian hari akan berubah pada bagian permukaan sebelah atas menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1 tahun atau lebih.
3. 4  Daun nangka

Kingdom          : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi     : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Dilleniidae
Ordo                 : Urticales
Famili               : Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Genus              : Artocarpus
Spesies           : Artocarpus heterophyllus Lam
      Nangka merupakan tanaman yang berdaun tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5-12 × 5-25 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin.
3.5  Daun bambu
Kingdom            : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom      : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi       : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                  : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                  : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas          : Commelinidae
Ordo                   : Poales
Famili                 : poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus                : Bambusa
Spesies              : Bambusa bambos (L) Voss   
  
                 Bangun atau bentuk dari daun bambu adalah berbentuk pita          atau bentuk memanjang dari daun dengan perbandingan panjang dan        lebar 3 - 5 : 1, ujung daun pada daun bambu berbentuk runcing yaitu penyempitan ke arah ujung daun dengan sedikit demi sedikit. Sedangkan untuk pangkal daun membulat karena pada pangkal daunnya tidak terdapat sama sekali sudut pangkal daun, daun bambu memiliki tepi yang rata tidak bergerigi dan bertoreh. Daging daunnya bertipe perkamen yaitu tipis namun cukup kaku. Pertulangan daunnya sejajar dari pangkal daun ke arah ujung daun. Permukaan atas dan bawah daun cukup kasar karena disebabkan pertulangan daun yang cukup terasa dan adanya semacam bulu-bulu halus. Warna daun pada bagian atas jauh lebih gelap dibanding dengan yang di bawah dan warna yang kebanyakan ditemukan adalah warna hijau, namun ada beberapa jenis bambu yang lain memilki daun yang berwarna kuning.

3.6    Daun pandan
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas              : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas       : Arecidae
Ordo               : Pandanales
Famili             : Pandanaceae
Genus            : Pandanus
Spesies          : Pandanus amaryllifolius Roxb.

         Pandan merupakan tanaman yang berdaun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 - 80 cm, lebar 3 - 5 cm, berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya, warna hijau.

                                             IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
      Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melaksanakan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya matahari menjadi energi kimia. Bentuk morfologi daun setiap tanaman sangat beragam tergantung pada jenis tanaman tersebut.
4.2  Saran
      Sebaiknya sebelum dan sesudah praktikum diadakan doa bersama. Waktu praktikum sebaiknya lebih diatur agar peserta melaksanakan praktikum secara serempak,selain itu diharapkan sebelum praktikum peserta di beri arahan terlebih dahulu mengenai tata cara praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1.2008.http://www.docstoc.com/docs/75969438/laporan-daun-majemuk-  dan-tunggal.diakses pada tanggal 25 Desember 2011.
Anonim.2.2008. http://id.wikipedia.org.wiki/daun. Diakses pada tanggal              25   Desember 2011.
Anonim.3.2009. http://www.plantamor.com/. Diakses pada tanggal 25 Desember 2011.
Tjitrosoepomo,Gembong.2005.Morfologi tumbuhan.Yogyakarta:Gadjah mada                                   university




Imunologi Dasar: Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri

Laporan Praktikum Antibiotika


I. KOMPETENSI
1. Mengenal berbagai jenis desinfektan dan antiseptik.
2. Mengetahui efektivitas suatu desinfektan dan antiseptik dalam mematikan ataupun menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
3. Mengetahui kekuatan antibiotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

II. DASAR TEORI
              Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Contoh beberapa antiseptik yaitu: betadine, senyawa kimia baik organik maupun anorganik banyak yang bersifat racun terhadap mikroorganisme. Usaha manusia untuk mengatasi mikroorganisme penyebab penyakit banyak menggunakan bahan kimia. Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Anonim, 2009).

               Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-lain. Kelompok utama desinfektan yaitu: fenol, alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen, dan kemosterilisator gas. Cara kerja zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan: merusak dinding sel, mengubah permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme, menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta sebagai antimetabolit (Anonim, 2009).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu: cawan petri, tabung reaksi, kapas bertangkai, pipet tetes steril, pembakar spiritus, pinset, dan kertas cakram. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: desinfektan (bayclin), antibiotik (tetracycline), dan antiseptik (betadine).

B. Metode
1. Antibiotik
a. Ambil antibiotik (tetracycline) dengan pipet tetes pada tabung reaksi dan diteteskan di kertas cakram.
b. Ambil koloni bakteri pada tabung reaksi dengan kapas bertangkai steril lalu dilownkan ke cawan petri.
c. Ambil antibiotik pada kertas cakram dengan pinset dan letakkan di tengah cawan petri.
d. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Amati daerah hambatan pertumbuhan kemudian diukur diameter zona hambatnya.
f. Cara mengukurnya yaitu dengan mengukur zona hambat yang terpanjang sebagai d1, kemudian ukur daerah hambat yang terpendek sebagai d2, kemudian d1 ditambah d2 lalu dibagi dua (dirata-rata).
g. Kemudian diukur sensitivitas antibiotik tersebut dengan melihat pada table penilaian diameter zona hambat.
2. Antiseptik
a. Ambil kapas bertangkai dan masukkan pada pepton water kemudian diulaskan pada punggung tangan.
b. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada salah satu bagian cawan petri yang telah dibagi menjadi dua.
c. Ulaskan antiseptik (betadine) pada punggung tangan kemudian ulaskan kapas bertangkai pada punggung tangan tersebut yang sebelumnya telah dimasukkan pada pepton water.
d. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada setengah bagian yang tersisa kemudian diinkubasii selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Bandingkan banyaknya koloni bakteri pada bagian yang diberi antiseptik dengan yang tidak menggunakan antiseptik.
3. Desinfektan
a. Ambil kapas bertangkai dan masukkan ke pepton water lalu ulaskan kapas tersebut pada lantai.
b. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada salah satu sisi cawan petri yang telah dibagi dua.
c. Desinfektan (bayclin) diulaskan ke lantai tadi kemudian dengan kapas yang berbeda dimasukkan ke pepton water lalu diulaskan lagi ke lantai yang sudah diberi desinfektan.
d. Lalu dilown pada setengah bagian sisi yang lain pada cawan petri kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Bandingkan banyaknya koloni mikroorganisme pada bagian yang diberi desinfektan dengan bagian yang tidak diberi desinfektan.

IV. HASIL PRAKTIIKUM
1. Antibiotik
         Antibiotik yang digunakan dalam praktikum pada kelompok kami yaitu tetracycline. Tetracycline memiliki spectrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme secara luas. Antibiotik ini dibagi menjadi tiga yaitu: metacyclin, minicyclin, oksitetracyclin. Tetracycline berasal dari jamur Streptomyces aurefaciens dan Streptomyces viridifaciens. Tetracycline termasuk sensitif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli. Diameter zona hambat pada bakteri E.coli yang pertama (d1) yaitu 28 mm dan zona hambat yang kedua (d2) yaitu 27 mm sehingga dihasilkan zona hambat rata-rata yaitu 27,5 mm.

Tabel hasil pengukuran diameter zona hambat
KELOMPOK ANTIBIOTIK BAKTERI HASIL DIAMETER (mm)
R I S
1. Tetracycline E.coli - - + 28
2. Eritromycin Bacillus sp. - - + 32,5
3. Tetracycline E.coli - - + 27,5
4. Eritromycin Bacillus sp. - - + 55
5. Streptomycin E.coli - - + 33,5
2. Antiseptik
             Pertumbuhan mikroba pada media yang diberi antiseptik (betadine) lebih sedikit dibandingkan dengan media yang tidak diberi antiseptik (betadine). Betadine efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Desinfektan
               Pertumbuhan mikroba pada media yang diberi desinfektan (bayclin) lebih sedikit dibandingkan dengan media yang tidak diberi desinfektan (bayclin). Bayclin kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

V. URAIAN PRAKTIKUM

                    Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut. Perak nitrat memiliki kekuatan membunuh yang lebih rendah, tetapi aman digunakan pada jaringan yang lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme dalam waktu kurang dari 30 detik. Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan (Dwidjoseputro, 1994).

Contoh beberapa antiseptik :
1. Rivanol memiliki zat aktif berupa etakridin laktat yang bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman. Rivanol tidak terlalu menimbulkan iritasi dan sering digunakan untuk membersihkan luka, baik dipakai untuk mengompres luka maupun bisul. Rivanol juga sebaiknya dipakai untuk membersihkan luka yang bersih.
2. Povidon Iodin atau betadine bekerja mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan protozoa. Betadine yang digunakan untuk persiapan operasi (membersihkan areal operasi) berbeda dengan betadine yang dikemas untuk penggunaan sehari-hari.
3. Hidrogen Peroksida kadar 6% digunakan untuk membersihkan luka. Kadar 1-2% digunakan untuk membersihkan luka yang sering terjadi di rumah, atau klinik-klinik biasa. Efek sampingnya dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh dan memperpanjang masa penyembuhan. Sebaiknya digunakan bersama air yang mengalir dan sabun, untuk menghindari paparan yang berlebihan pada jaringan manusia.
4. Antiseptik yang mengandung merkuri dahulu dikenal sebagai obat merah (Merkurokrom) yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Efek sampingnya cukup sering menimbulkan alergi, tetapi cukup cepat mengeringkan luka (Gennaro, 1990).

Mekanisme kerja antibiotik antara lain:
1. Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensim atau inaktivasi ensim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat sitoplasma ailapisi dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit , sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas selektif sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat berharga (Gupte, 1990).

2. Antibiotik mengganggu membran sel mikroba.
                Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis. Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai iondphores.yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya. Secara in vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topikal (Gupte, 1990).
3. Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba.
Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan sitotoksik. Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatip kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Untuk pertumbuhannya, kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan enzim. Ada beberapa jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangatkuatdalam menghambatpertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin. Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin. Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin. Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara mereka banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel eukariot berbeda, maka mungkin mereka memperlihatkan toksisitas selektif (Gupte, 1990).
4. Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba.
Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya. Macam-macam antibiotik berdasarkan struktur kimianya:
a. Golongan Aminoglikosida diantaranya adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilimisin, paromisin, sisomisin, streptomisin, dan tobramisin.
b. Golongan Beta-Laktam diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Salah satu contoh dari golongan beta-laktam adalah golongan sefalosporin dan golongan sefalosporin ini ada hingga generasi ketiga dan seftriakson merupakan generasi ketiga dari golongan sefalosporin ini. Seftriakson merupakan obat yang umumnya aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali dalam sehari. Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0,25 gr, 0,5 gr, dan 1 gr.
c. Golongan Glikopeptida diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Poliketida diantaranya makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e. Golongan Polimiksin diantaranya polimiksin dan kolistin.
f. Golongan Kuinolon (fluorokuinolon) diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. Golongan ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, tetapi dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membrane sel kuman. Golongan flourokuinolon aktif sekali terhadap enterobacteriaceae (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus), Shigella, Salmonella, Vibrio, C. jejuni, B. catarrhalis, H. influenza, dan N. gonorrhoeae. Golongan ini juga aktif terhadap Ps. Aeruginosa. Berbagai kuman yang telah resisten terhadap golongan aminoglikosida dan beta-laktam ternyata masih peka terhadap fluorokuinolon. Streptokokus (termasuk S. pyogenes grup A, Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans) termasuk ke dalam kuman yang kurang peka terhadap fluorokuinolon. Kuman-kuman anaerob pada umumnya resisten terhadap fluorokuinolon.
g. Golongan kuinolon baru umunya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna terutama berupa mual dan hilang nafsu makan merupakan efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo dan insomnia. Efek samping yang lebih berat pada SSP seperti reaksi psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi cenderung mengalami efek samping susunan saraf ini.
h. Golongan Streptogramin diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
i. Golongan Oksazolidinon diantaranya linezolid dan AZD2563.
j. Golongan Sulfonamida diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
k. Antibiotika lain yang penting adalah kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat. Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif (Gupte, 1990).
Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar, 1986).

VI. EVALUASI KERJA
1. Macam-macam desinfektan meliputi bayclin, detergen, karbol, dan alkohol, serta macam-macam antiseptic betadine, Cristal Violet, tissue basah, hand sanitizer.
2. Betadine efektif menghambat pertumbuhan mikroba, dan bayclin kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Tetracycline mempunyai spektrum luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dengan diameter zona hambat 27,5 mm dan sangat sensitif terhadap pertumbuhan bakteri E.coli.

DAFTAR REFERENSI
Anonim. 2009. Kegiatan Belajar 1 Bakteri. http://www.edukasi.net/mo1/mofull.php? moid=86&fname=kb17. Diakses pada tanggal 14 April 2009.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gennaro,A.R. 1990. Remington’s Pharmaceutical Sciences. Pennsylvania: Mack Publishing Company.
Gupte, S. 1990, Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.

POTENSI BUAH PARE ( Momordica charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella Typhimurium

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

      Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Bila musim sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota besar, sering ditemukan penyakit tifus yang merupakan penyakit usus halus. Di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang. Yang jelas, meski tifus bisa menyerang anak di atas umur 1 tahun, korban paling banyak adalah anak usia 5 tahun.
Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar, karena sumber air minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi syarat. Sayuran dapat saja dicuci dengan air kali yang juga dipakai untuk penampungan limbah. Kakus pun berakhir di got atau kali. Padahal kuman tifus berasal dari kotoran manusia yang sedang sakit tifus. Karena kota-kota besar merupakan kakus terbuka raksasa, maka kuman tifus pun berada dalam banyak minuman dan makanan yang lolos oleh proses memasak. Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak ada orang di kota-kota besar yang tidak pernah menelan kuman tifus. Bila hanya sedikit kuman yan terminum, biasanya orang tidak terkena tifus. Namun, kuman yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi imun yang dapat dipantau dari darah, dikenal dengan reaksi Widal yang positif.
Salah satu bakteri penyebab tifus adalah Salmonella typhimurium. Infeksi oleh bakteri ini terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri Salmonella typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka bakteri ini akan menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita hamil, dan juga membrane yang menyelubungi otak. Substansi racun yang diproduksi dan dilepaskan oleh bakteri ini dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh. Pada seseorang yang terinfeksi oleh Salmonella typhimurium pada fesesnya terdapat kumpulan Salmonella typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-mnggu atau berbulan-bulan.
    Bila demam tifoid masih terbilang ringan, istilahnya gejala tifus atau paratifus,dokter akan menyarankan banyak istirahat, banyak minum, dan obat antibiotik yang diberikan harus dihabiskan. Perawatan dan pengobatan bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Sebab, meski masih tahap ringan, kuman terus menyebar dan berkembang-biak dengan cepat. Sayangnya, diagnosa demam tifoid pada anak-anak cukup sulit dilakukan. Pada sejumlah anak, mereka tak mengeluh mual, pusing, atau suhu tubuhnya tinggi. Anak hanya bisa menangis atau rewel. Pemeriksaan laboratorium pun kerap sulit dilakukan karena anak umumnya meronta jika harus diambil darahnya. Untuk tifus yang sudah berat, penderita diharuskan menjalani perawatan di rumah sakit. Biasanya selama 5-7 hari harus terus berbaring.Setelah melewati hari-hari itu, proses penyembuhan akan dilanjutkan dengan memobilisasi bertahap.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.
     Penelitian tentang efek spasmolitik telah dilakukan oleh Morales et al (1994), tentang penghambatan ileum pada marmut oleh Lozoya et al (1994). Penelitian ini menunjukkan bahwa daun jambu biji terbukti sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Hal ini karena pada daun jambu biji mengandung senyawa-senyawa antara lain : tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic, oleanolic, karoten, yang dapat berfungsi sebagai senyawa antibakteri (Supandiman, 1997; Sujatno, 1997). Tanaman pare (Momordica Charantia L) merupakan salah satu tanaman yang juga senyawa-senyawa seperti tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic, oleanolic, karoten, alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Penggunaan pare sebagai antibakteri Salmonella typhimurium dimaksudkan untuk mendapatkan alternatif antibakteri Salmonella typhimurium dari tumbuh-tumbuhan serta obat penyakit tifus yang bersifat alami.


                                                                     BAB II
                                                             PEMBAHASAN

A.    Pare (Momordica Charantia L)
        Tanaman pare (Momordica charantia L) termasuk dalam tumbuhan C4 karena mempunyai anatomi daun yang unik berkaitan dengan mekanisme fotosintesis tanaman C4. Dalam tumbuhan C4 terdapat dua jenis sel fotosintetik yang jelas berbeda yaitu sel seludang berkas pembuluh dan sel mesofil. Dinamakan demikian karena tumbuhan itu mendahului siklus Calvin dengan fiksasi karbon cara lain yang membentuk senyawa berkarbon 4 sebagai produk pertamanya. Adapun klasifikasi dari tanaman pare adalah sebagai berikut :
        Division         :     Magnoliophyta
        Klas         :     Magnoliopsida
        Ordo         :     Cucurbitales
        Familia         :     Cucurbitaceae
        Genus         :     Momordica
        Spesies         :     Momordica charantia L
        Tanaman pare (Momordica charantia L) berasal dari kawasan Asia Tropis, namun belum dipastikan sejak kapan tanaman ini masuk ke wilayah Indonesia. Saat ini tanaman pare sudah dibudidayakan di berbagai daerah di wilayah Nusantara. Umumnya, pembudidayaan dilakukan sebagai usaha sampingan. Pare ditanam di lahan pekarangan, atau tegalan, atau di sawah bekas padi sebagai penyelang pada musim kemarau. Tanaman pare (paria) adalah tanaman herba berumur satu tahun atau lebih yang tumbuh menjalar dan merambat. Tanaman yang merupakan sayuran buah ini mempunyai daun yang berbentuk menjari dengan bunga yang berwarna kuning. Permukaan buahnya berbintil-bintil dan rasa buahnya pahit. Tanaman pare ini sangat mudah dibudidayakan, karena cara penanamanya relative mudah serta tumbuhnya tidak tergantung pada musim.
Pare memiliki nama yang beragam disetiap daerah diantaranya Prien (Gayo), Paria (Batak Toba), Foria (Nias), Peria (Melayu) ,Kambeh (Minangkabau), Papare (Jakarta), Paria (Sunda) Pare (Jawa Tengah), Pepareh (Madura), Paya Truwok (Sasak), Paria (Bima), Pania (Timor), Popari (Menado), Beleng gede (Gorontalo), paria (Makasar), Paria (Bugis), Papariane (Seram),  Papari (Buru) Papare (Halmahera) dan Kepare  (Ternate).
        Buah bulat memanjang berbentuk spul cylindris, permukaan buahnya bintil-bintil tidak beraturan dengan panjang 8-30 cm.Warna buah hijau dan jika sudah masak jika dipecah akan berwarna orange dengan 3 katup. Simplisia terdiri dari irisan melintang buah membentuk cincin atau gelang dengan tepi tidak rata dan tidak beraturan, diameter 1,5 cm sampai 5 cm, tebal 3mm sampai 5mm warna coklat kekuningan, bagian luar warnanya lebih tua dibanding bagian dalam. Pada penampang melintang tampak daging buah terdiri dari eksokarpium, mesokarpium, dan endokarpium. Pada eksokarpium terdiri dari satu lapis sel epidermis berbentuk segi empat. Pada epidermis terdapat kutikula dah rambut kelenjar terdiri dari 2 sel tangkai dan 3 sel kepala. Di bawah epidermis terdapat lapisan kolenkim terdiri dari sel berbentuk poligonal atau bundar dengan ukuran lebih besar dari sel epidermis. Bagian ini mangandung kloroplassehingga berwarna hijau. Bagian mesokarpium terdiri dari sel parenkim bentuk poligonal dan makin ke dalam ukurannya semakin besar, mengandung kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan resin.Bagian endokarpium terdiri dari sel parenkim panjang-panjang , serabut dan berkas pembuluh. Pada bagian dalam endokarpium terdapat jaringan yang berasal dari daun buah terdiri dari sel bentuk bindar , berdinding tebal dengan ruang sel berbentuk segitiga. Pada sayatan paradermal nampak epidermis berbentuk poligonal hampir bundar dan sel yang mengandung resin. Buah pare mengandung Albiminoid, karbohidrat, zat warna. karantin, hydroxytryptamine, vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian buah yang dapat dimakan mengandung 29 kal kalori; 1,1 gr protein; 0,3 gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi; 180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan 91,2 gr air. Selain itu juga mengandung senyawa-senyawa seperti : saponin, alkanoid, triterpenoid, dan asam momordial.

B.    Bakteri Salmonella
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi.

Gambar 2.1 Gambar Salmonella

Berikut arah klasifikasi dari genus Salmonella. Pada genus ini mengalami pergantian klasifikasi yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya waktu-berhubungan dengan sinonim nama spesies diatas. Landasan klasifikasi genus Salmonella didapat dari adanya suatu perbedaan dalam proses fermentasi karbohidrat dan produksi gas.

Tabel 2.1 Perbedaan fermentasi karbohidrat pada beberapa genus Salmonella
No.     Spesies     Xylose    Arabinosa     Trehalosa     Inositol     Maltosa     Produksi H2S
1     Salmonella paratyphi     -     AG     AG     -     AG     -
2     Salmonella schottmuelleri     AG     AG     AG     AG     AG     +
3     Sal. typhosa     V     V     A     -     A     +
4     Salmonella typhimurium     AG     AG     AG     AG     AG     +
5     Salmonella abortivoequina     AG     AG     -     -     AG     V
6     Salmonella choleraesuis     AG     -     -     -     AG     V
7     Salmonella enteritidis     AG     AG     AG     -     AG     +
8     Salmonella pullorum     AG     AG     AG     -     V     +
9     Salmonella gallinarum     A     A     A     -     A     V
Keterangan: A= Acid G= gas -=negative +=positive V=Variable (Merchan, I.A, 1963).
Ada satu pengecualian yaitu Samonella. schottmuelleri dengan Samonella. typhimurium terdapat persamaan karakter variasi metabolit. Untuk hal ini, harus diingat bahwa untuk mengklasifikasikan bakteri tidak mutlak hanya digunakan klasifikasi berdasarkankarakter variasi metabolit tetapi dasar klasifikasi lain yang dapat digunakan jika terdapat pengecualian adalah pada keberadaan variasi struktur antigenik atau pada tes serologi.

2.3 Salmonella typhimurium
Seperti mikrooeganisme lain Salmonella typhimurium memiliki nama-nama terdahulu yakni antara lain Bacillus typhimurium, Bacterium aetrycke, Salmonella pestis caviae, dan Salmonella psittacosis. Adapun klasifikasi dari Salmonella typhimurium adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genu : Salmonella
Spesies : Salmonella typhimurium
Bentuk tubuh dari Salmonella typhimurium adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5 miktrometer. Tidak membentuk spora, bersifat gram negatif. Biasanya bergerak motil dengan menggunakan peritrichous flagella, dan kadang menjadi bentuk nonmotilnya. Biasanya memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol, dan sorbitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa, sukrosa, atau salicin, tidak membentuk indol, susu koagulat, atau gelatin cair. Bakteri dapat mempengaruhi sel-sel lymphoid dalam usus, dan limpa yang sering diinfeksi ketika bakteri ini masuk kedalam aliran darah. Penyebaran bakteri ini secara geografis terjadi pada wilayah yang luas dan dapat menginfeksi semua spesies vertebrata berdarah panas.
2.4 Penyebaran dan Siklus Hidup Salmonella typhimurium
Penyebaran, secara geografis sangat luas dan dapat di setiap hewan, dalam kenyataannya Salmonella typhimurium dapat menginfeksi semua spesies vertebrata berdarah panas. Penyebarannya sepanjang tahun bisa terjadi.
1.    Sumber infeksi: berupa makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dan dikonsumsi oleh manusia.
a. Air; kontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan epidemi yang eksplosif.
b. Susu dan hasil susu lainnya; kontaminasi dengan tinja atau karena proses Pasteurisasi yang tidak cukup, atau pengepakan tidak tepat.
c. Kerang-kerang-an, melalui air yang terkontaminasi. Telur yang dibuat bubuk atau dibekukan; dari unggas yang telah terinfeksi.
d. Daging dan hasil daging lainnya; daging telah terkontaminasi.
e. Zat warna binatang (misalnya karmin); dipakai dalam obat, makanan, dan kosmetika.
f. Binatang piaraan; anjing, kucing, kura-kura, dll.
1.    Asal kontaminasi; berasal dari tinja dan pembawa kuman Samonella. typhimurium.
2.    Carrier kuman; berasal dari seseorang yang tetap ditinggali oleh kuman pada saluran empedu, Bandung empedu, Madang-kadang dalam usus atau saluran air kemih.
Adapun Siklus hidup Samonella. Typhimuriu adalah sebagai berikut :
1.    Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).
1.    Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.
1.    Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.
2.    Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.
1.    Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
1.    Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.
Ada catatan menarik bahwa, makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella). Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian penderita. Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala. Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan perlahan. Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan. Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan gejala, lalu terjadi diare.
2.5 Penyakit Tifus
Penyakit yang ditandai dengan demam tinggi ini kerap menyerang anak-anak. Termasuk balita. Sayangnya, banyak orang tua menganggap remeh tifus. Banyak juga yang masih beranggapan, kalau sudah pernah kena tifus, tak bakalan kena lagi. Padahal, salah besar. Justru lebih bahaya dan bisa menyebabkan kematian. Di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau. Demam tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhimurium. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis. Dia masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna. Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia lumayan cepat. Yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya. Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhmuriumi dapat menyebabkan demam tifoid. Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri, sementara gerakan lambung berupaya mengeluarkan bakteri. Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari demam tifoid.
Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain :
1.    Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi.
2.    Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3.    Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhimurium berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4.    Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5.    Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6.    Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan empedu. Adapun beberapa diagnosa terhadap penyakit tifus antara lain :adalah sebagai berikut :
1.    Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
2.    Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif.
3.    Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya kuman Salmonella typhimurium dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces.
Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier). Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).
2.6 Perawatan dan Pengobatan Penyakit Tifus ( Demam Tifoid ).
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus. Komplikasi yang sering dijumpai pada anak penderita penyakit demam tifoid adalah perdarahan usus karena perforasi, infeksi kantong empedu (kolesistitis), dan hepatitis. Gangguan otak (ensefalopati) kadang ditemukan juga pada anak.
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain :
1.    Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
2.    Tidak mengandung banyak serat.
3.    Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
4.    Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Untuk kembali ke makanan normal, lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya. Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan. Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan (antigen Vi Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.)
2.7 Alkaloid
Dalam dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
2.8 Flavonoid
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-C6. susunan ini dalpat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid yaitu :
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2. Isoflavonoid atau 1,2- diarilpropana
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempuntai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C). Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid mempunyai satu gugu fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosikllis dalam senyawa trisiklis.
Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
III.METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kajian pustaka. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan topik yang akan dibahas. Sumber-sumber kepustakaan tersebut berupa kajian literatur dan juga dari kutipan artikel yang diambil dari sumber-sumber lain seperti media massa, media elektonik maupun media Teknologi Informasi (Internet). Melalui metode kajian pustaka ini diharapkan akan dapat diketahui tentang karakteristik Salmonella thyphimurium, penyakit yang ditimbulkan yakni penyakit tifus, mengetahui tentang kandungan kimia pare, alkaloid, saponin dan senyawa lain yang bepotensi sebagai antibakteri. Informasi yang telah didapat dari sumber-sumber tersebut kemudian ditelaah dan dijadikan acuan dalam membahas permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.
3.2 Langkah-Langkah Penulisan
Dalam penyusunan tulisan ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini diangkat karena penyakit tifus yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella thyphimurium merupakan salah satu penyakit yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Bertitik tolak dari hal tersebut maka perlu diupayakan untuk mencari solusi berupa antibakteri dari Salmonella thyphimurium tersebut untuk dapat mencegah infeksi dari bakteri tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan antibakteri dari bahan alam khususnya tumbuh-tumbuhan. Beranjak dari ulasan beberapa artikel dan hasil penelitian bahwa senyawa-senyawa alkaloid, saponin, tannin, memiliki kemampuan untuk mematikan Salmonella thyphimurium, maka berbagai tumbuhan yang mengandung senyawa-senyawa tersebut tentunya berpotensi dijadikan sebagai antibakteri dari Salmonella thyphimurium. Salah satunya adalah buah pare yang memiliki kandungan senyawa-senyawa seperti alkaloid, saponin, dan juga tannin. Sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan antibakteri Salmonella thyphimurium dari tanaman pare.
2. Pengumpulan Data dari Telaah Pustaka
Setelah dilakukn identifikasi permasalahan maka dilakukan pengumpulan data-data dari berbagai sumber untuk mendukung pembahasan permasalahan yang diangkat. Sumber-sumber kepustakaan tersebut berupa kajian literatur dan juga dari kutipan artikel yang diambil dari sumber-sumber lain seperti media massa, media elektonik maupun media Teknologi Informasi (Internet).
3. Analisa Permasalahan
Analisa permasalahan dilakukan dengan menganalisis kemampuan senyawa-senyawa alkaloid, saponin, dan tannin yang terkandung dalam pare untuk mematikan bakteri Salmonella thyphimurium. Analisa disini bersifat analisa secar konsep yang didukung oleh teori-teori dalam literatur dan tidak dilakukan suatu tindakan eksperimen (penelitian) langsung.
4. Penyusunan Tulisan
Setelah dilakukan analisa permasalahan kemudian dilakukan penyusunan karya tulis untuk membahas permasalahan yang diangkat.
5. Bimbingan
Dalam penyusunan karya tulis ini dilakukan bimbingan secara kontinyu dengan seorang dosen pembimbing agar dapat diberikan arahan-arahan dalam penyusunan karya tulis ini.
IV.PEMBAHASAN
Tanaman pare (Momordica charantia L) merupakan salah satu tanaman yang senyawa-senyawa seperti tannin, flavanoid, alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Alkaloid adalah senyawa organik pada tumbuh-tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan obat-obatan. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik. hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Kemampuan senyawa Alkaloid sebagai antibakteri Salmonella typhimurium sangat dipengaruhi oleh keaktifan biologis senyawa tersebut. Keaktifan biologis dari senyawa Alkaloid ini disebabkan oleh adanya gugus basa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini apabila mengalami kontak dengan bakteri Salmonella typhimurium akan bereaksi dengan senyawa-senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri yang merupakan penyusun utama inti sel yang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi ini terjadi karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan senyawa asam dalam hal ini adalah asam amino. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino karena sebagian besar asam amino telah bereaksi dengan gugus basa dari senyawa alkaloid. Perubahan susunan asam amino ini jelas akan meerubah susunan rantai DNA pada inti sel yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan. Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada asam DNA sehingga DNA bakteri Salmonella typhimurium akan mengalami kerusakan. Dengan adanya kerusakan pada DNA tersebut inti sel bakteri Salmonella typhimurium akan mengalami kerusakan. Hal ini karena DNA merupakan komponen utama penyusun inti sel. Kerusakan DNA pada inti sel bakteri ini juga akan mendorong terjadinya lisis pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium. Lisisnya inti sel bakteri Salmonella typhimurium akan menyebabkan juga kerusakan sel pada bakteri Salmonella typhimurium karena inti sel merupakan pusat kegiatan sel. Kerusakan sel pada bakteri ini lama kelamaan akan membuat sel-sel bakteri Salmonella typhimurium tidak mampu melakukan metabolisme sehingga juga akan mengalami lisis. Dengan demikian bakteri Salmonella typhimurium akan menjadi inaktif dan hancur (lisis).
Selain karena kandungan Alkaloid buah pare memiliki potensi sebagai antibakteri Salmonella typhimurium karena mengandung senyawa Flavonoid. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk “ flavon “ yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan, yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan. Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa senyawa tunggal. Aktifitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri Salmonella typhimurium dilakukan dengan merusak dinding sel dari bakteri Salmonella typhimurium yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Selanjutnya dengan inti sel bakteri juga senyawa ini akan kontak dengan DNA pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium dan melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid akan dapat terjadi reaksi sehingga akan merusak struktur lipid dari DNA bakteri Salmonella typhimurium sehingga inti sel bakteri juga akan lisis dan bakteri Salmonella typhimurium juga akan mengalami lisis dan mati. Mekanisme aktivitas biologis oleh senyawa flavonoid ini berbeda dengan yang dilakukan oleh senyawa alkaloid, dimana senyawa flavonoid dalam merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Sedangkan pada senyawa alkaloid memanfaatkan sifat reaktif gugus basa pada senyawa alkaloid untuk bereaksi dengan gugus asam amino pada sel bakteri Salmonella typhimurium.
Selain karena adanya kandungan Alkaloid dan Flavanoid, buah pare memiliki potensi sebagai antibakteri Salmonella typhimurium karena juga mengandung persenyawaan tannin. Senyawa tannin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat molekul 500-3000. Tannin disusun oleh senyawa polifenol alami yang merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Karena tannin merupakan persenyawaan polifenol yang mengandung gugus hidroksil maka mekanisme yang sama dengan mekanisme oleh senyawa flavonoid yakni dalam merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada rantai polifenol dari senyawa tannin. Walaupun struktur kimia dari flavonoid dan tannin tidaklah sama namun karena keduanya sama-sama memiliki persenyawaan fenol yang memiliki gugus hidroksil di dalamnya maka mekanisme dalam meninaktifkan bakteri Salmonella typhimurium juga dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hiodroksil. Apabila sel bakteri semakin banyak mengandung lipid maka akan semakin banyak diperlukan senyawa tannin untuk membuat bakteri tersebut lisis.

                                                           V. PENUTUP

5.1 Simpulan
Adapun simpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Buah pare (Momordica charantia L) memiliki potensi untuk dijadikan antibakteri Salmonella typhimurium karena buah pare mengandung senyawa-senyawa Alkaloid, Flavonoid, dan Tannin.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.    Diharapkan kepada para peneliti untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap daya anti bakteri buah pare terhadap Salmonella typhimurium.
2.    Diharapkan dapat dilakukan penelitian-penelitian terhadap tumbuhan yang lain untuk mendapatkan zat antibakteri yang lain dari bahan tumbuh-tuimbuhan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Salmonella. http://wikimedia.org/wikipedia/commons/d/b4/Salmonella NIAID.htm, diakses pada tanggal 3 Oktober 2008.
Anonim.2008.Salmonellosis.http ://www.unbc.ca/nlui/wildlifie_desease_be/Sallmonellosis, htm, diakses pada tanggal 4 Oktober 2008
Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia jilid VI. 163. Depkes. Jakarta
Anonim, 2007, Tumbuhan dan Kegunaan dalamperubatan Zinatul Asyikin Deraman, http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/zinatul.htm, diakses tanggal 4 Mei 2007
Champbell. 2002 .Tanaman Pare. 197, Erlangga, Jakarta
Dep. Kes. RI, 1990. Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen P3M dan PLP : Jakarta
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan, Amico : Bandung
http://adigunawan2009.wordpress.com/2009/05/26/potensi-buah-pare-momordica-charantia-l-sebagai-antibakteri-salmonella-typhimurium/