Kamis, 05 Juli 2012

Laporan Praktikum Antibiotika


I. KOMPETENSI
1. Mengenal berbagai jenis desinfektan dan antiseptik.
2. Mengetahui efektivitas suatu desinfektan dan antiseptik dalam mematikan ataupun menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
3. Mengetahui kekuatan antibiotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

II. DASAR TEORI
              Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Contoh beberapa antiseptik yaitu: betadine, senyawa kimia baik organik maupun anorganik banyak yang bersifat racun terhadap mikroorganisme. Usaha manusia untuk mengatasi mikroorganisme penyebab penyakit banyak menggunakan bahan kimia. Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Anonim, 2009).

               Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-lain. Kelompok utama desinfektan yaitu: fenol, alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen, dan kemosterilisator gas. Cara kerja zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan: merusak dinding sel, mengubah permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme, menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta sebagai antimetabolit (Anonim, 2009).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu: cawan petri, tabung reaksi, kapas bertangkai, pipet tetes steril, pembakar spiritus, pinset, dan kertas cakram. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: desinfektan (bayclin), antibiotik (tetracycline), dan antiseptik (betadine).

B. Metode
1. Antibiotik
a. Ambil antibiotik (tetracycline) dengan pipet tetes pada tabung reaksi dan diteteskan di kertas cakram.
b. Ambil koloni bakteri pada tabung reaksi dengan kapas bertangkai steril lalu dilownkan ke cawan petri.
c. Ambil antibiotik pada kertas cakram dengan pinset dan letakkan di tengah cawan petri.
d. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Amati daerah hambatan pertumbuhan kemudian diukur diameter zona hambatnya.
f. Cara mengukurnya yaitu dengan mengukur zona hambat yang terpanjang sebagai d1, kemudian ukur daerah hambat yang terpendek sebagai d2, kemudian d1 ditambah d2 lalu dibagi dua (dirata-rata).
g. Kemudian diukur sensitivitas antibiotik tersebut dengan melihat pada table penilaian diameter zona hambat.
2. Antiseptik
a. Ambil kapas bertangkai dan masukkan pada pepton water kemudian diulaskan pada punggung tangan.
b. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada salah satu bagian cawan petri yang telah dibagi menjadi dua.
c. Ulaskan antiseptik (betadine) pada punggung tangan kemudian ulaskan kapas bertangkai pada punggung tangan tersebut yang sebelumnya telah dimasukkan pada pepton water.
d. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada setengah bagian yang tersisa kemudian diinkubasii selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Bandingkan banyaknya koloni bakteri pada bagian yang diberi antiseptik dengan yang tidak menggunakan antiseptik.
3. Desinfektan
a. Ambil kapas bertangkai dan masukkan ke pepton water lalu ulaskan kapas tersebut pada lantai.
b. Kapas bertangkai tersebut dilownkan pada salah satu sisi cawan petri yang telah dibagi dua.
c. Desinfektan (bayclin) diulaskan ke lantai tadi kemudian dengan kapas yang berbeda dimasukkan ke pepton water lalu diulaskan lagi ke lantai yang sudah diberi desinfektan.
d. Lalu dilown pada setengah bagian sisi yang lain pada cawan petri kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC.
e. Bandingkan banyaknya koloni mikroorganisme pada bagian yang diberi desinfektan dengan bagian yang tidak diberi desinfektan.

IV. HASIL PRAKTIIKUM
1. Antibiotik
         Antibiotik yang digunakan dalam praktikum pada kelompok kami yaitu tetracycline. Tetracycline memiliki spectrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme secara luas. Antibiotik ini dibagi menjadi tiga yaitu: metacyclin, minicyclin, oksitetracyclin. Tetracycline berasal dari jamur Streptomyces aurefaciens dan Streptomyces viridifaciens. Tetracycline termasuk sensitif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli. Diameter zona hambat pada bakteri E.coli yang pertama (d1) yaitu 28 mm dan zona hambat yang kedua (d2) yaitu 27 mm sehingga dihasilkan zona hambat rata-rata yaitu 27,5 mm.

Tabel hasil pengukuran diameter zona hambat
KELOMPOK ANTIBIOTIK BAKTERI HASIL DIAMETER (mm)
R I S
1. Tetracycline E.coli - - + 28
2. Eritromycin Bacillus sp. - - + 32,5
3. Tetracycline E.coli - - + 27,5
4. Eritromycin Bacillus sp. - - + 55
5. Streptomycin E.coli - - + 33,5
2. Antiseptik
             Pertumbuhan mikroba pada media yang diberi antiseptik (betadine) lebih sedikit dibandingkan dengan media yang tidak diberi antiseptik (betadine). Betadine efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Desinfektan
               Pertumbuhan mikroba pada media yang diberi desinfektan (bayclin) lebih sedikit dibandingkan dengan media yang tidak diberi desinfektan (bayclin). Bayclin kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

V. URAIAN PRAKTIKUM

                    Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut. Perak nitrat memiliki kekuatan membunuh yang lebih rendah, tetapi aman digunakan pada jaringan yang lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme dalam waktu kurang dari 30 detik. Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan (Dwidjoseputro, 1994).

Contoh beberapa antiseptik :
1. Rivanol memiliki zat aktif berupa etakridin laktat yang bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman. Rivanol tidak terlalu menimbulkan iritasi dan sering digunakan untuk membersihkan luka, baik dipakai untuk mengompres luka maupun bisul. Rivanol juga sebaiknya dipakai untuk membersihkan luka yang bersih.
2. Povidon Iodin atau betadine bekerja mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan protozoa. Betadine yang digunakan untuk persiapan operasi (membersihkan areal operasi) berbeda dengan betadine yang dikemas untuk penggunaan sehari-hari.
3. Hidrogen Peroksida kadar 6% digunakan untuk membersihkan luka. Kadar 1-2% digunakan untuk membersihkan luka yang sering terjadi di rumah, atau klinik-klinik biasa. Efek sampingnya dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh dan memperpanjang masa penyembuhan. Sebaiknya digunakan bersama air yang mengalir dan sabun, untuk menghindari paparan yang berlebihan pada jaringan manusia.
4. Antiseptik yang mengandung merkuri dahulu dikenal sebagai obat merah (Merkurokrom) yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Efek sampingnya cukup sering menimbulkan alergi, tetapi cukup cepat mengeringkan luka (Gennaro, 1990).

Mekanisme kerja antibiotik antara lain:
1. Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensim atau inaktivasi ensim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat sitoplasma ailapisi dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit , sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas selektif sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat berharga (Gupte, 1990).

2. Antibiotik mengganggu membran sel mikroba.
                Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis. Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai iondphores.yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya. Secara in vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topikal (Gupte, 1990).
3. Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba.
Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan sitotoksik. Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatip kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Untuk pertumbuhannya, kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan enzim. Ada beberapa jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangatkuatdalam menghambatpertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin. Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin. Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin. Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara mereka banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel eukariot berbeda, maka mungkin mereka memperlihatkan toksisitas selektif (Gupte, 1990).
4. Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba.
Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya. Macam-macam antibiotik berdasarkan struktur kimianya:
a. Golongan Aminoglikosida diantaranya adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilimisin, paromisin, sisomisin, streptomisin, dan tobramisin.
b. Golongan Beta-Laktam diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Salah satu contoh dari golongan beta-laktam adalah golongan sefalosporin dan golongan sefalosporin ini ada hingga generasi ketiga dan seftriakson merupakan generasi ketiga dari golongan sefalosporin ini. Seftriakson merupakan obat yang umumnya aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali dalam sehari. Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0,25 gr, 0,5 gr, dan 1 gr.
c. Golongan Glikopeptida diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Poliketida diantaranya makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e. Golongan Polimiksin diantaranya polimiksin dan kolistin.
f. Golongan Kuinolon (fluorokuinolon) diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. Golongan ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, tetapi dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membrane sel kuman. Golongan flourokuinolon aktif sekali terhadap enterobacteriaceae (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus), Shigella, Salmonella, Vibrio, C. jejuni, B. catarrhalis, H. influenza, dan N. gonorrhoeae. Golongan ini juga aktif terhadap Ps. Aeruginosa. Berbagai kuman yang telah resisten terhadap golongan aminoglikosida dan beta-laktam ternyata masih peka terhadap fluorokuinolon. Streptokokus (termasuk S. pyogenes grup A, Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans) termasuk ke dalam kuman yang kurang peka terhadap fluorokuinolon. Kuman-kuman anaerob pada umumnya resisten terhadap fluorokuinolon.
g. Golongan kuinolon baru umunya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna terutama berupa mual dan hilang nafsu makan merupakan efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo dan insomnia. Efek samping yang lebih berat pada SSP seperti reaksi psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi cenderung mengalami efek samping susunan saraf ini.
h. Golongan Streptogramin diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
i. Golongan Oksazolidinon diantaranya linezolid dan AZD2563.
j. Golongan Sulfonamida diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
k. Antibiotika lain yang penting adalah kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat. Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif (Gupte, 1990).
Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar, 1986).

VI. EVALUASI KERJA
1. Macam-macam desinfektan meliputi bayclin, detergen, karbol, dan alkohol, serta macam-macam antiseptic betadine, Cristal Violet, tissue basah, hand sanitizer.
2. Betadine efektif menghambat pertumbuhan mikroba, dan bayclin kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Tetracycline mempunyai spektrum luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dengan diameter zona hambat 27,5 mm dan sangat sensitif terhadap pertumbuhan bakteri E.coli.

DAFTAR REFERENSI
Anonim. 2009. Kegiatan Belajar 1 Bakteri. http://www.edukasi.net/mo1/mofull.php? moid=86&fname=kb17. Diakses pada tanggal 14 April 2009.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gennaro,A.R. 1990. Remington’s Pharmaceutical Sciences. Pennsylvania: Mack Publishing Company.
Gupte, S. 1990, Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar